Skip to content

Yosua, Murid Musa

blank

Ibadah Gabungan
Pdt. Ivan Kristiono

[Bilangan 11:28]

Zaman sekarang biasanya orang menggunakan buku, Youtube, Google untuk belajar, zaman dahulu orang belajar cari guru. Yosua sejak mudanya ialah murid Musa. Ketika belajar dalam kelompok, perlu ada proses saling mengasihi melalui interaksi dari orang-orang yang lebih senior. Alkitab mengatakan orang bodoh adalah orang yang melawan kebenaran, itu orang yang berdosa. Orang bodoh menghina hikmat. Yang memberi hikmat dan didikan adalah orang. Sehingga orang bodoh adalah orang yang menghina orang yang memberi hikmat. Orang bijak adalah orang yang suka dididik yang punya kerendahan hati.

Guru-guru adalah orang-orang yang memberi hikmat dan didikan, sehingga kita perlu punya hati belajar dari guru-guru. Bahkan bukan hanya dari guru, tetapi bisa juga dari teman-teman kita. Karena kita adalah suatu kelompok yang mau belajar. Yosua tidak punya pengalaman dalam berperang tetapi sudah harus maju berperang. Yosua dilatih dengan cara yang aneh untuk bisa berperang, yaitu saat Israel berperang melawan Amalek di mana Musa harus mengangkat tangannya maka Israel mengalami kemenangan. Dari peristiwa ini Tuhan ingin mengajarkan Yosua bahwa sehebat apapun Yosua, Tuhanlah yang memberi kemenangan.

Menang kalah bergantung pada Tuhan, juga bergantung pada doa kepada Tuhan. Jika kita seperti Yosua menangkap apa yang terjadi, kemenangan dan kekalahan hanya di dalam tangan Tuhan. Melayani perlu kepekaan Tuhan, sehingga Yosua yang sudah hebat masih perlu belajar dari Musa karena Yosua belum memiliki kepekaan kepada Tuhan. Pada ayat 28, Yosua tidak terima dengan keberadaan Eldad dan Medad yang menyatakan diri mereka adalah nabi yang dipakai Tuhan lalu Musa menegur Yosua. Yosua menganggap Eldad dan Medad tidak seperti dirinya sehingga Yosua menganggap mereka tidak mungkin dipakai Tuhan. Musa langsung menasehati Yosua untuk tidak memiliki pemikiran seperti itu. Yosua harus punya keluasan hati. Tuhan bukan hanya memakai Yosua, Tuhan juga memakai orang lain.

Kita juga perlu belajar berelasi dengan orang-orang yang salah. Kita memang tidak toleransi pada dosanya, tetapi tidak memusuhinya (contoh: orang-orang LGBT). Kita tetap belajar berhenti melakukan dosa tetapi bukan berarti berhenti berelasi dengan manusia berdosa. Perlu diingat bahwa di dalam peperangan dosa ini kita perlu adanya relasi yang sama-sama mau belajar, menegur dan menasehati dengan penuh cinta kasih.

 

Ringkasan Khotbah oleh AP & TG.

 

 

Bagikan
//
//
Admin

Tim dukungan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!