Bijaksana & Persahabatan Posted byAdmin SKC13 April 20221 August 2022Posted inPublikasi Ibadah Gabungan Pdt. Ivan Kristiono Sutrisno Persahabatan adalah salah satu hal yang penting dalam hidup, karena sejak manusia hidup dari usia dini sampai dewasa, manusia membutuhkannya. Di usia dini, hal yang dirindukan adalah bertemu dan beraktivitas dengan teman-teman. Tetapi untuk mendapatkan sahabat tidaklah mudah. Mungkin kita lebih mudah untuk mendapatkan fans dan musuh, namun untuk mendapatkan pertemanan atau persahabatan itu sulit, sehingga kita hanya mendapatkan sedikit sahabat. Kita mungkin dapat berteman dengan siapa saja, kita dapat berteman dengan segala golongan dan tidak memilih-milih, tetapi persahabatan umumnya berjalan secara natural. Maksudnya, meskipun kita memiliki banyak teman, tetapi kita memiliki lingkaran yang inti dan mendalam (inner circles) yang disebut sebagai sahabat dan biasanya sedikit. Meskipun sahabat sangat penting, bukankah kita juga menyadari bahwa meskipun kita menginginkannya, berapa orang yang memiliki sahabat? Kenapa kita sekarang ini menyadari bahwa memiliki sahabat merupakan hal yang baik dan indah, namun kita kecewa karena kita mendapatkannya? Di sisi lain, kita juga menyadari bahwa keintiman relasi merupakan hal yang sulit dicapai. Dalam Alkitab, tertulis bahwa manusia merupakan makhluk relasional dan bergantung pada orang lain, karena dalam Kejadian 2:18 menyatakan bahwa tidak baik kalau manusia hidup seorang diri saja. Maka, dapat diartikan bahwa manusia dicipta untuk berelasi dan bersahabat. Persahabatan menjadi sulit karena keberdosaan manusia. Dengan berdosa, relasi manusia dengan Tuhan rusak, dan itu berlaku pula untuk relasi manusia dengan sesamanya. Intensionalitas, arah hati, dan fokus manusia bukan lagi kepada Tuhan dan sesama, tetapi pada dirinya sendiri. Ketika manusia fokus pada dirinya sendiri, ia tidak dapat melihat orang lain. Ia fokus pada persoalan ke-aku-an, tidak lagi hidup bagi kemuliaan Tuhan, tidak memikirkan apa yang Tuhan kehendaki, dan tidak lagi memikirkan apa yang Tuhan mau. Karena manusia menganggap dirinyalah kebenaran itu. Masalah dalam persahabatan umumnya dimulai dari diri yang berdosa. Manusia berdosa yang bersahabat dengan manusia berdosa pula yang tidak mengalami kuasa penebusan Kristus, maka saling memanfaatkan satu dengan yang lain. Manusia saling kecewa dan menyalahkan satu dengan yang lain mungkin karena ia belum membereskan keberdosaannya di hadapan Tuhan. Karena rusaknya relasi dengan Tuhan, tidak mengherankan jika kita tidak memiliki sahabat, sebab yang menjadi pusatnya adalah “aku”. Terdapat pula sikap ingin menyendiri dan mengisolasikan dirinya. Dalam Amsal 18:1, menyatakan bahwa orang yang menyendiri mencari keinginannya, amarahnya meledak terhadap setiap pertimbangan. Maka, dalam ayat ini, menjelaskan terdapat pribadi yang isolatif dan tidak mau memiliki teman. Sebab ia mencari keinginannya sendiri, egois, dan tidak peduli orang lain. Maksud “amarahnya meledak dalam setiap pertimbangan” adalah sikap tidak mau diatur dan tidak ingin mendengarkan orang lain, karena seorang teman atau sahabat akan memberikan saran pertimbangan. Akarnya adalah cinta terhadap diri sendiri, yang mana membuat motivasi kita dalam bersahabat menjadi tercemar. Ketika bersahabat, yang muncul dalam hati adalah “apakah mereka menyukai aku?” atau “apakah mereka akan melukaiku?”, bukan mempertanyakan “bagaimana aku dapat menjadi berkat untuk dia?”, “bagaimana aku dapat menolong dia?”, “bagaimana agar aku dapat menyempurnakan dia?”, atau “bagaimana aku dapat memuliakan Tuhan dalam tingkah lakuku?”. Hal ini menunjukkan dasar dari persahabatannya adalah benefit, yaitu bagaimana persahabatan ini dapat menguntungkan diri. Kristus datang ke dunia dan tercatat dalam Yohanes 15 bahwa tidak ada kasih lebih besar dari seorang sahabat yang mati bagi sahabatnya. Tuhan Yesus turun ke dunia menyebut kita sebagai sahabat. Manusia yang di dalam Tuhan adalah sahabat bagi Kristus. Lewat pengorbanan di atas kayu salib, Tuhan Yesus memulihkan persahabatan, sebab Kristus memberikan nyawaNya bagi kita. Yesus menjadi sahabat yang sejati bagi kita Ketika kita menerima Dia. Maka, persahabatan baru dapat dipulihkan Ketika kita mulai memahami dan merenungkan hidup di dalam salib Kristus. Salib Kristus adalah cara kita melihat persahabatan. Sehingga kalau Tuhan Yesus menebus kita, Tuhan Yesus menjadi pusat dan teladan dari persahabatan. Tidak hanya menjadi pusat dan teladan, tetapi Dia juga memberikan kekuatan dan cinta kasih untuk mengasihi sahabat-sahabat kita. Maka, sahabat yang sejati adalah sahabat yang memberikan nyawanya. Sebagai sahabat, Tuhan Yesus pernah dikhianati oleh sahabatnya, yaitu Petrus dengan menyangkal Yesus sampai tiga kali. Setelah Tuhan Yesus bangkit, Yesus menjumpai Petrus, tetapi Tuhan Yesus mengampuni Petrus alih-alih menghardiknya. Tidak hanya mengampuni Petrus, Tuhan Yesus bahkan bertanya kepada Petrus, apakah Petrus mengasihi Dia? Ketika Petrus menjawab “ya”, Petrus justru diberi kepercayaan dari Tuhan Yesus untuk menggembalakan domba-dombaNya. Jika Tuhan sudah membukakan diriNya, apa hak kita untuk terus menutup hati kita bagi orang-orang yang mengkhianati dan menyakiti hati kita? Jika kita mendapat pengkhianatan ini, apakah kita mau membuka hati kita dan berani bersahabat dengan yang lain? Penerimaan dari Tuhan Yesus menjadi suatu fondasi bagi kita untuk membuka hati kita. Kita sudah diterima oleh Yesus, maka kita patut membuka hati kita dan belajar untuk menerima yang lain. Inilah visi dan kehendak Tuhan mengenai persahabatan. Tetapi kita tidak bisa pungkiri konteks kehidupan kita di dunia yang berdosa. Ketika kita jalani dalam dunia, membutuhkan kekuatan, keberanian, ketahanan, dan kesiapan hati untuk menghadapi berbagai kesulitan untuk visi yang telah Tuhan berikan kepada kita. Seorang penulis yang Bernama Jonathan Holmes dalam bukunya yang berjudul Biblical Friendship menyatakan adanya tiga jenis persahabatan yang berbahaya dan dapat menjadi berhala di zaman ini, yaitu: Social Media Friendship → terdapat jarak dan silence dalam persahabatan jenis ini. Dapat diatur kapan bertemu dan kapan memotong persahabatannya, sehingga relasinya tidak dekat tetapi juga tidak jauh. Terkoneksi, tetapi tidak berinteraksi atau dekat dengan siapapun. Media sosial memang menjanjikan dan memfasilitasi persahabatan, tetapi pada hakikatnya, media sosial tidak dapat menjadi tempat kita menemukan sahabat. Artinya, persahabatan lebih luas dari media sosial. Media sosial justru mengorbankan keintiman dan kerapuhan manusia demi ilusi persahabatan. Ini bukan persahabatan sejati. Specialize Friendship → teman yang terspesialisasi, yang berdasarkan stage of life atau common interest. Stage of life yaitu berteman dengan orang di sekitar kita saja. Namun stage of life juga mereduksi persahabatan. Sedangkan common interest adalah persahabatan karena memiliki minat atau hobi yang sama. Tetapi dalam tahap common interest, mereka hanya kompak sebatas interest mereka. Persahabatan ini juga bersifat reduktif. Selfish Friendship → persahabatan yang terjadi selama persahabatan yang terjadi di dalamnya saling menguntungkan. Tetapi untuk melakukan pengorbanan, menjadi suatu masalah dan beban dalam persahabatan jenis ini. Selfish friendship adalah persahabatan yang sangat transaksional dan tidak berpusat pada Kristus. Jika masih bersahabat dengan landasan tiga jenis persahabatan di atas, persahabatan dapat menjadi berhala. Manusia dapat membuang kebenaran demi ilusi persahabatan. Akhirnya kita tidak mengejar kemuliaan Kristus dalam persahabatan kita dan menjadikan teman kita sebagai juruselamat untuk keluar dari kebosanan, kesepian, dan sumber penghiburan di masa yang susah. Kita coba mencari apa yang sebetulnya hanya sanggup diberikan oleh Tuhan Yesus kepada teman-teman kita. Yang membedakan sahabat dengan teman biasa adalah, kita dapat menceritakan kesulitan dan kelemahan kita. Esensi dari persahabatan adalah adanya pengertian dan pengetahuan akan kerapuhan kita. Kita tidak dapat melakukan ini kepada sembarangan orang. Jonathan Holmes juga menuliskan empat tanda dari persahabatan yang sesuai dengan Alkitab, yaitu: Memiliki konsistensi → berdasarkan Amsal 18:24 dan Amsal 17:17, untuk menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran. Berkata terus terang → berani menegur dan membicarakan kebenaran, berdasarkan Amsal 27:5-6 dan Amsal 28:23. Hati-hati dalam berbicara/tidak sembarangan → careful atau berhati-hati untuk tidak menyebarkan cerita hal-hal rahasia, berdasarkan Amsal 11:13. Memberi nasihat → membuka telinga dan saling mendengarkan nasihat dapat membawa kita terhindar dari banyak petaka dan mengalami pertumbuhan rohani, berdasarkan Amsal 15:22. Kita dapat memeriksa dan menilai diri kita sendiri, apakah kita melandasi relasi kita dengan sikap egois dan mementingkan diri sendiri? Berelasi dalam persahabatan demi agenda dan kepentingan diri kita sendiri? Atau justru kita memberhalakan persahabatan kita? Kita perlu memeriksa diri kita dan datang kepada Tuhan untuk membenarkan sikap hati kita dan menjadi sahabat yang baik untuk orang lain. Ringkasan khotbah oleh AM. Ibadah Gabungan Sekolah Kristen Calvin dan Sekolah Kristen Logos dengan tema “Bijaksana & Persahabatan” Pembicara: Pdt. Ivan Kristiono ———– Rabu, 13 April 2022 Pkl. 07.30 WIB Youtube Sekolah Kristen Calvin https://www.youtube.com/c/SekolahKristenCalvinJakarta/ Sekolah Kristen LOGOS https://www.youtube.com/c/SekolahKristenLOGOS/ ———– #IbadahGabungan #SekolahKristenCalvin #SekolahKristenLOGOS #SekolahKehidupan #MembentukHati #MemperbaruiAkalBudi #MenanamkanTanggungJawab Bagikan