Skip to content

Cinta, Rasa Takut, dan Perubahan Perilaku

blank

Seminar Orang Tua dan Guru Februari 2021
Pdt. Ivan Kristiono

Desire action problem: ketika saya sudah bertobat, saya sudah memiliki hasrat. Saya sudah memiliki hasrat untuk menjadi anak Tuhan, hidup kudus, dan memperkenan hati Tuhan. Meski sudah memiliki hasrat yang baik, saya belum mempunyai tertib hidup yang baik. Misalnya, saya ingin membaca Firman tiap hari, tetapi tubuh saya lemah, karena kelelahan, kejenuhan, ketidakkonsistenan, dan tidak disiplin. Ini membuat saya belum mampu melakukan hasrat itu.

 

Masalah yang ada adalah jurang antara apa yang saya kehendaki atau ketahui, dengan apa yang saya lakukan. Di sini kita perlu disiplin diri, menanggalkan kebiasaan yang lama atau dehabituasi, dan mengenakan kebiasaan yang baru atau rehabituasi sebagai bagian dalam konteks besar menuju kepada pengudusan seperti yang Tuhan kehendaki.

 

Ini masalah pertama yang kita sudah bahas bulan lalu, masalah kedua selain desire action problem adalah habit heart problem, yaitu kehidupan yang sudah teratur, tertib dan indah, tetapi motivasi/hatinya yang menjadi masalah. Kebiasaan baiknya sudah ada, namun bagaimana dengan hatinya? Di sini orang tua dan guru harus mendampingi dan mendoakan, karena mengubah hati manusia bukan pekerjaan kita, itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Tidak ada seorang pendidik atau orang tua yang ahli dalam hal ini. Di butuhkan doa dan permohonan.

 

Dua emosi yang paling penting di dalam perubahan perilaku: (1) Cinta; (2)Takut.

 

Setiap organisasi, besar atau kecil, pasti punya sekumpulan aturan main atau kesepakatan. Peraturan dibuat supaya ditaati. Jika aturan itu dijalankan, maka organisasi berjalan dengan baik. Tetapi jika aturan tidak ditaati, maka organisasi akan terancam. Masalahnya, seringkali aturan yang telah disepakati itu dilanggar sehingga terjadi perpecahan dan kehancuran. Maka sebagai pemimpin, dia akan mencari jalan keluar supaya orang-orang tidak melanggar peraturan. Apa yang harus dilakukan?

 

Thomas Hobbes (hidup pada tahun 1600an), menurut saya merupakan orang yang memodifikasi perilaku. Pada tahun 1651, Thomas Hobbes menerbitkan buku berjudul “Leviathan”. Leviathan adalah hewan yang muncul di dalam kitab Ayub, yaitu hewan yang sombong dan arogan. Ini untuk menggambarkan kondisi politik pada zamannya. Thomas Hobbes bukan seorang yang mewakili kekristenan, bahkan ia banyak melakukan kritik terhadap kekristenan. Sehingga ketika membahas mengenai Thomas Hobbes, saya tidak sedang mengatakan dia mewakili pandangan Kristen, tetapi ada hal-hal dalam karyanya yang bisa direfleksikan secara alkitabiah. Hobbes menganjurkan, jika mau menjadi pemerintah atau pemimpin yang baik, maka harus memahami yang dipimpin, yaitu harus memahami manusia. Maka bagian awal dari Leviathan bersifat filsafat antropologi, yaitu bagaimana usaha Thomas Hobbes untuk memahami siapakah manusia. Bagi Hobbes untuk memecahkan masalah dari suatu negara bisa didapat jika pemimpin dapat mengetahui prinsip-prinsip yang berlaku dari masyarakat yang dipimpinnya. Jika pemahaman kita tentang manusia tidak tepat, maka jangan-jangan jalan keluarnya akan tidak tepat. Maka pemimpin harus memahami manusia secara empiris dan bukan tebak-tebak.

 

“He that is to govern a whole nation must read in himself, not this or that particular man; but mankind.”

-Thomas Hobbes

 

Karena alam ini ada keteraturan, maka di dalam manusia juga ada gerak-gerak yang teratur. Menurut Hobbes, ada gerak utama yang menjadi prinsip utama manusia. Jika sesuatu diberikan gaya dengan gaya yang berlawanan, dia akan cenderung untuk mempertahankan gayanya. Tetapi kalau ada gaya lain yang bekerja di situ, dia akan berubah. Hobbes memikirkan bagaimana memberikan gaya yang berbeda itu, dan akhirnya dia menemukan bahwa manusia itu dikendalikan oleh rasa takut. Rasa takut adalah penggerak dan dorongan dasar tindakan manusia. Pencarian kedamaian bisa dimulai dari kesadaran akan adanya rasa takut.

 

“The passions that incline men to peace are: fear of death; desire of such things as are necessary to commodious living; and a hope by their industry to obtain them.”

-Thomas Hobbes

 

Contoh: Achilles. Achilles diberi 2 pilihan, jika tidak pergi berperang dia akan hidup tenang dan bahagia, jika pergi perang dia akan mati tetapi dia mendapatkan glory (namanya akan dibicarakan sampai ribuan keturunan). Akhirnya ia pergi berperang. Menurut Hobbes, Achilles pergi berperang motivasinya untuk glory. Dia takut tidak mulia, takut tidak diterima.

 

Konteks Hobbes di Abad 20 dan 21

Teori Hobbes ini saya sebut (reka sendiri) dengan istilah teori manajemen rasa takut.

Respon terhadap objek itu bisa 2 macam: positif (mendekat) atau negatif (menjauh). Menurut Hobbes, perilaku semacam ini tergantung setting-an. Baik tidak baik, itu tergantung persepsi.

Motif dari gerak positif dan negatif adalah rasa takut dan insekuritas. Baik mendekat maupun menjauh, sebetulnya motifnya sama. Dengan demikian, bentuk mendekat atau menjauh itu bisa dikendalikan kalau kita mengerti kuncinya.

Dari kacamata Hobbes, kita bisa menakut-nakuti tanpa terlihat menakutkan, karena rasa takut juga motif di belakang gerak positif. Seorang pemimpin bisa menciptakan rasa takut di hati orang yang dipimpin tanpa terlihat sebagai teror. Contoh, iklan produk.

 

Orang tua mengendalikan anaknya dengan rasa takut, guru mengendalikan siswanya dengan rasa takut, pemimpin mengatur rakyatnya dengan rasa takut. Pertanyaannya, apakah ini benar? Apakah teori Hobbes benar? Apakah pengendalian dengan rasa takut itu alkitabiah?

 

Kita melihat pengendalian dengan rasa takut rawan dengan penyelewengan (kekerasan, dsb). Karena itu pengendalian dengan rasa takut dianggap kuno. Tetapi bayangkan sebuah negara tidak takut dengan hukum, dengan aparat, dan sebagainya, negara tersebut akan kacau.

 

Refleksi biblikal mengenai pengendalian dengan rasa takut

Ulangan 6:1-2

Pendidikan keluarga di dalam ayat ini adalah pendidikan menanamkan rasa takut. Tetapi bukan rasa takut akan kematian seperti apa yang dikatakan oleh Thomas Hobbes. Fondasi perubahan perilaku untuk hidup benar dihadapan Tuhan: takut akan Tuhan. Didiklah anak-anakmu dari kecil: takut akan Tuhan.

 

Takut akan Tuhan itu bagaimana? Apakah takut gemetar? Bukankah maksudnya takut yang hormat?

 

(Keluaran 20:18-20)

Pada ayat 20, ada kata “janganlah takut” di awal, dan “supaya takut akan Dia” di akhir. Kedua takut itu katanya sama, tetapi motivasinya berbeda. Bukan berarti membuang semua rasa takut, tetapi apa yang kita takutkan. Amsal 16:6, seseorang akan lari dari kejahatan karena dia takut akan Tuhan.

 

Coba saudara pikirkan, saat ada hujan guntur yang besar apakah respon kita hormat? Bukan. Takut di sini pasti ada unsur hormat, tetapi takut di sini betul-betul takut akan Allah yang suci, adil, dan yang menghukum dosa. Ya, Tuhan itu kasih, tetapi di dalam Alkitab juga tertulis Allah itu adil dan tidak bisa menerima dosa. Kalau kita tidak mengerti keadilan Tuhan, maka kita hidup sembarangan. Perasaan takut ini saya sebut sebagai Godly/Holy fear. Ada ketakutan yang kedagingan, tetapi ada ketakutan yang ilahi, kudus. Godly fear ini banyak sudah tidak diajarkan di gereja, di keluarga, di sekolah. Tuhan itu penuh cinta kasih, tetapi Tuhan itu adil, tidak kompromi dengan dosa. Namun, meskipun kita takut akan Tuhan yang adil, jangan lupa bahwa Tuhan adalah kasih. Kedua hal itu tidak boleh dihilangkan salah satu.

 

(Lukas 12:4-5)

Konteks ayat ini adalah pemeliharaan Allah, tetapi ditengah-tengah pemeliharaan Allah, Tuhan mengajarkan Godly fear. Kita takut bukan karena mau dilemparkan ke neraka, tetapi kita takut pada Allah karena memang dia Allah yang dahsyat dan mulia. John Piper mengambarkan, ada badai dahsyat, petir menyambar keras, kita gemetar ketakutan, lalu kita masuk ke sebuah shelter, kita sudah aman, kita tidak takut lagi. Tetapi meskipun demikian, ketika kita melihat petir yang menyambar, guruh yang dahsyat, kita takut dan gentar sekaligus kita aman karena dilindungi.

 

(2 Korintus 7:1)

Semangat dalam meninggalkan kebiasaan lama dan melakukan kebiasaan baru adalah takut akan Tuhan. Rasa takut dan hidup suci.

Tanamkan kepada anakmu, Tuhan itu suci, takutlah akan Dia. Jangan takut setan, kesulitan, ditinggalkan, tidak diterima. Takutlah akan Tuhan. Mulai hari ini, mari kita belajar memberikan takut kita kepada yang benar, yaitu takut akan Tuhan.

Ringkasan oleh TLG.

 


 

Seminar Orang Tua dan Guru Sekolah Kristen Calvin dan Sekolah Kristen Logos
Sabtu, 27 Februari 2021

 

CINTA, RASA TAKUT, DAN PERUBAHAN PERILAKU
dibawakan oleh Pdt. Ivan Kristiono

 

Youtube SekolahKristenCalvin
https://youtube.com/SekolahKristenCalvinJakarta


#IbadahGabungan
#SekolahKristenCalvin
#SekolahKristenLOGOS
#SekolahKehidupan
#MembentukHati
#MemperbaruiAkalBudi
#MenanamkanTanggungJawab

Bagikan
//
//
Admin

Tim dukungan kami siap menjawab pertanyaan Anda. Tanyakan apa saja kepada kami!